Klasifikasi Tunanetra
Berdasarkan Waktu terjadinya
Ketunanteraan
l Tunanetra sebelum dan sejak lahir; yakni mereka
yang sama sekali tidak memiliki pengalaman penglihatan.
l Tunanetra setelah lahir atau pada usia kecil;
mereka telah memiliki kesan-kesan serta pengalaman visual tetapi belum kuat dan
mudah terlupakan.
l Tunanetra pada usia sekolah atau pada masa remaja;
mereka telah memiliki kesan-kesan visual dan meninggalkan pengaruh yang
mendalam terhadap proses perkembangan pribadi.
l Tunanetra pada usia dewasa; pada umumnya mereka
yang dengan segala kesadaran mampu melakukan latihan-latihan penyesuaian diri.
l Tunanetra dalam usia lanjut; sebagian besar sudah
sulit mengikuti latihan-latihan penyesuaian diri.
Berdasarkan Kemampuan Daya
Penglihatannya
l Tunanetra ringan (defective vision/low vision); yakni mereka yang
memiliki hambatan dalam penglihatan akan tetapi mereka masih dapat mengikuti
program-program pendidikan dan mampu melakukan pekerjaan/kegiatan yang
menggunakan fungsi penglihatan.
l Tunanetra setengah berat (partially sighted); yakni mereka yang
kehilangan sebagian daya penglihatan, hanya dengan menggunakan kaca pembesar
mampu mengikuti pendidikan biasa atau mampu membaca tulisan yang bercetak tebal.
l Tunanetra berat (totally blind); yakni
mereka yang sama sekali tidak dapat melihat.
Berdasarkan Pemeriksaan Klinis
l Tunanetra yang masih memiliki ketajaman penglihatan antara 20/70
sampai dengan 20/200 yang dapat lebih baik melalui perbaikan
l Tunanetra yang memiliki ketajaman penglihatan kurang dari 20/200 dan
atau memiliki bidang penglihatan kurang dari 20 derajat.
Berdasarkan Kelainan Pada Mata
l Myopia; adalah penglihatan jarak dekat,
bayangan tidak terfokus dan jatuh di belakang retina. Penglihatan
akan menjadi jelas kalau objek didekatkan. Untuk membantu proses penglihatan
pada penderita Myopia digunakan kacamata koreksi dengan lensa negatif.
l Hyperopia; adalah penglihatan jarak jauh,
bayangan tidak terfokus dan jatuh di depan retina. Penglihatan
akan menjadi jelas jika objek dijauhkan. Untuk membantu proses penglihatan pada
penderita Hyperopia digunakan kacamata koreksi dengan lensa positif.
l Astigmatisme; adalah penyimpangan atau penglihatan kabur yang
disebabkan karena ketidakberesan pada kornea mata atau pada permukaan lain pada
bola mata sehingga bayangan benda baik pada jarak dekat maupun jauh tidak
terfokus jatuh pada retina. Untuk membantu proses penglihatan pada penderita
astigmatisme digunakan kacamata koreksi dengan lensa silindris.
Berdasarkan Kemampuan Matanya (Hosni, 1994: 26-27)
l
Kelompok
yang mempunyai acuity 20/70 feet (6/21meter), artinya ia bisa melihat dari
jarak 20 feet sedangkan anak normal dari jarak 70 feet ini tergolong kurang
lihat (low vision).
l Kelompok yang hanya dapat membaca huruf E paling besar pada kartu
snellen dari jarak 20 feet, sedangkan orang normal dapat membacanya dari jarak
200 feet (20/200 feet atau 6/60 meter, dan ini secara hukum sudah tergolong
buta atau legally blind).
l Kelompok yang hanya sedikit kemampuan
melihatnya sehingga ia hanya mengenal bentuk dan objek.
l Kelompok yang hanya dapat menghitung jari
dari berbagai jarak.
l Kelompok yang tidak dapat melihat tangan
yang digerakkan.
l Kelompok yang hanya mempunyai light projection (dapat melihat terang
atau gelap dan dapat menunjuk sumber cahaya).
l Kelompok yang mempunyai persepsi cahaya (light perception yaitu
hanya bisa melihat terang atau gelap).
l Kelompok yang tidak mempunyai persepsi cahaya (no light perception
yang disebut buta total/totally blinds).
Berdasarkan Kemampuan Membaca Huruf
Awas Cetakan Standar
l Mereka yang mampu membaca cetakan standar.
l Mereka yang mampu membaca cetakan standar
dengan memakai alat pembesar.
l Mereka yang hanya mampu membaca cetakan besar (No.18).
l Mereka yang mampu membaca kombinasi antara
cetakan besar atau regular print.
l Mereka yang mampu membaca cetakan besar
dengan menggunakan alat pembesar.
l Mereka yang hanya mampu dengan Braille,
tetapi masih bisa melihat cahaya.
l Mereka yang hanya menggunakan Braille,
tetapi sudah tidak mampu melihat cahaya.
Dampak Ketunanetraan
Beberapa literatur menyebutkan tentang
karakteristik tunanetra secara detail satu persatu. Padahal, faktanya
menunjukkan bahwa karakteristik
tunanetra hanya ada satu, yaitu mempunyai hambatan dalam kemampuan penglihatan.
Meskipun demikian, banyak muncul berbagai dampak dari hambatan dalam kemampuan
penglihatannya tersebut, dan untuk menyebut “dampak-dampak” tersebut
sering disebut sebagai karakteristik.
Indikator (gejala)
Perilaku Adanya Gangguan Penglihatan (The national
Society for The Prevention
of Blidness, 1972,p.19) adalah sbb.:
l Menggosok-gosok mata secara berlebihan.
l Menutup atau melindungi
sebelah mata, memiringkan mata
atau menjorongkannya ke depan.
l Mengalami kesukaran pada
saat membaca atau dalam pekerjaan-pekerjaan lain yang
membutuhkan ketelitian mata.
l Mengedipkan mata secara berlebihan atau lekas marah pada
saat melakukan pekerjaan
yang membutuhkan ketelitian mata.
l Membaca buku pada jarak yang dekat.
l Tidak dapat melihat benda-benda
yang jauh secara jelas.
l Mengedipkan kelopak mata
atau mengerutkan dahi secara
berlebihan.
Perilaku-Perilaku
Unik Tunanetra Sebagai Dampak Dari Kehilangan Kemampuan Penglihatannya
l Tunanetra kadang sering kurang
memperhatikan kebutuhan sehari-harinya, sehingga ada kecenderungan orang lain
untuk membantunya dan menjadikan tunanetra cenderung berperilaku pasif.
l Ada tunanetra yang stereotip, misalnya
menekan matanya, membuat suara dengan jari, atau menggoyang-goyangkan kepala
dan badan. Beberapa teori menjelaskan bahwa perilaku stereotip mungkin
ditimbulkan akibat dari tidak adanya rangsangan sensoris, terbatasnya aktifitas
dan gerak di dalam lingkungan, serta keterbatasan sosial.
Pengulangan
Prilaku (Streotypic Behaviors)
l Salah satu hambatan yang dialami
oleh sebagian kecil
anak tunanetra dalam melakukan
penyesuaian sosial adalah
adanya prilaku stereotip",
l Stereotip", adalah pengulangan-pengulangan gerakan seperti
gerakan menggoyang atau menggosok-gosok mata. Sering disebut dengan
istilah blindism.
l Ada tiga teori umum tentang penyebab terjadinya prilaku stereotip:
1.
Hilang (berkuranya)
rangsang penginderaan.
2.
Hilangnya kesempatan
sosialisasi.isolasi sosial dapat
menyebabkan seseorang mencoba mencari
tambahan stimulus melalui prilaku stereotip (Warren, 1977,1981).
l Terjebak ke dalam pola
prilaku rutin (kebiasaan).
l 'Modifikasi tingkah laku' sering digunakan untuk menghilangkan prilaku menstimulasi
dirinya sendiri pada anak
yang mangalami gangguan
prilaku ataupun kepada
anak yang terbelakang mental
(Foxx and Azrin, 1973)
0 comments:
Post a Comment