2013-01-06

Klasifikasi Tunanetra


Klasifikasi Tunanetra

Berdasarkan Waktu terjadinya Ketunanteraan
l  Tunanetra sebelum dan sejak lahir; yakni mereka yang sama sekali tidak memiliki pengalaman penglihatan.
l  Tunanetra setelah lahir atau pada usia kecil; mereka telah memiliki kesan-kesan serta pengalaman visual tetapi belum kuat dan mudah terlupakan.
l  Tunanetra pada usia sekolah atau pada masa remaja; mereka telah memiliki kesan-kesan visual dan meninggalkan pengaruh yang mendalam terhadap proses perkembangan pribadi.
l  Tunanetra pada usia dewasa; pada umumnya mereka yang dengan segala kesadaran mampu melakukan latihan-latihan penyesuaian diri.
l  Tunanetra dalam usia lanjut; sebagian besar sudah sulit mengikuti latihan-latihan penyesuaian diri.

Berdasarkan Kemampuan Daya Penglihatannya
l  Tunanetra ringan (defective vision/low vision); yakni mereka yang memiliki hambatan dalam penglihatan akan tetapi mereka masih dapat mengikuti program-program pendidikan dan mampu melakukan pekerjaan/kegiatan yang menggunakan fungsi penglihatan.
l  Tunanetra setengah berat (partially sighted); yakni mereka yang kehilangan sebagian daya penglihatan, hanya dengan menggunakan kaca pembesar mampu mengikuti pendidikan biasa atau mampu membaca tulisan yang bercetak tebal.
l  Tunanetra berat (totally blind); yakni mereka yang sama sekali tidak dapat melihat.

Berdasarkan Pemeriksaan Klinis
l  Tunanetra yang masih memiliki ketajaman penglihatan antara 20/70 sampai dengan 20/200 yang dapat lebih baik melalui perbaikan
l  Tunanetra yang memiliki ketajaman penglihatan kurang dari 20/200 dan atau memiliki bidang penglihatan kurang dari 20 derajat.

Berdasarkan Kelainan Pada Mata
l  Myopia; adalah penglihatan jarak dekat, bayangan tidak terfokus dan jatuh di belakang retina. Penglihatan akan menjadi jelas kalau objek didekatkan. Untuk membantu proses penglihatan pada penderita Myopia digunakan kacamata koreksi dengan lensa negatif.
l  Hyperopia; adalah penglihatan jarak jauh, bayangan tidak terfokus dan jatuh di depan retina. Penglihatan akan menjadi jelas jika objek dijauhkan. Untuk membantu proses penglihatan pada penderita Hyperopia digunakan kacamata koreksi dengan lensa positif.
l  Astigmatisme; adalah penyimpangan atau penglihatan kabur yang disebabkan karena ketidakberesan pada kornea mata atau pada permukaan lain pada bola mata sehingga bayangan benda baik pada jarak dekat maupun jauh tidak terfokus jatuh pada retina. Untuk membantu proses penglihatan pada penderita astigmatisme digunakan kacamata koreksi dengan lensa silindris.

Berdasarkan Kemampuan Matanya (Hosni, 1994: 26-27)
l  Kelompok yang mempunyai acuity 20/70 feet (6/21meter), artinya ia bisa melihat dari jarak 20 feet sedangkan anak normal dari jarak 70 feet ini tergolong kurang lihat (low vision).
l  Kelompok yang hanya dapat membaca huruf E paling besar pada kartu snellen dari jarak 20 feet, sedangkan orang normal dapat membacanya dari jarak 200 feet (20/200 feet atau 6/60 meter, dan ini secara hukum sudah tergolong buta atau legally blind).
l  Kelompok yang hanya sedikit kemampuan melihatnya sehingga ia hanya mengenal bentuk dan objek.
l  Kelompok yang hanya dapat menghitung jari dari berbagai jarak.
l  Kelompok yang tidak dapat melihat tangan yang digerakkan.
l  Kelompok yang hanya mempunyai light projection (dapat melihat terang atau gelap dan dapat menunjuk sumber cahaya).
l  Kelompok yang mempunyai persepsi cahaya (light perception yaitu hanya bisa melihat terang atau gelap).
l  Kelompok yang tidak mempunyai persepsi cahaya (no light perception yang disebut buta total/totally blinds).



Berdasarkan Kemampuan Membaca Huruf Awas Cetakan Standar
l  Mereka yang mampu membaca cetakan standar.
l  Mereka yang mampu membaca cetakan standar dengan memakai alat pembesar.
l  Mereka yang hanya mampu membaca cetakan besar (No.18).
l  Mereka yang mampu membaca kombinasi antara cetakan besar atau regular print.
l  Mereka yang mampu membaca cetakan besar dengan menggunakan alat pembesar.
l  Mereka yang hanya mampu dengan Braille, tetapi masih bisa melihat cahaya.
l  Mereka yang hanya menggunakan Braille, tetapi sudah tidak mampu melihat cahaya.

Dampak Ketunanetraan
                Beberapa literatur menyebutkan tentang karakteristik tunanetra secara detail satu persatu. Padahal, faktanya menunjukkan bahwa  karakteristik tunanetra hanya ada satu, yaitu mempunyai hambatan dalam kemampuan penglihatan. Meskipun demikian, banyak muncul berbagai dampak dari hambatan dalam kemampuan penglihatannya tersebut, dan untuk menyebut “dampak-dampak” tersebut sering disebut sebagai karakteristik.

Indikator (gejala)  Perilaku Adanya Gangguan Penglihatan (The national Society for  The  Prevention  of Blidness, 1972,p.19) adalah sbb.:
l  Menggosok-gosok mata secara berlebihan.
l  Menutup  atau  melindungi  sebelah   mata, memiringkan mata atau menjorongkannya ke depan.
l  Mengalami kesukaran  pada saat  membaca  atau dalam pekerjaan-pekerjaan lain yang membutuhkan ketelitian mata.
l  Mengedipkan mata secara berlebihan atau lekas marah   pada  saat  melakukan  pekerjaan  yang membutuhkan ketelitian mata.
l  Membaca buku pada jarak yang dekat.
l  Tidak  dapat melihat  benda-benda  yang  jauh secara jelas.
l  Mengedipkan  kelopak  mata  atau  mengerutkan dahi secara berlebihan.
Perilaku-Perilaku Unik Tunanetra Sebagai Dampak Dari Kehilangan Kemampuan Penglihatannya
l  Tunanetra kadang sering kurang memperhatikan kebutuhan sehari-harinya, sehingga ada kecenderungan orang lain untuk membantunya dan menjadikan tunanetra cenderung berperilaku pasif.
l  Ada tunanetra yang stereotip, misalnya menekan matanya, membuat suara dengan jari, atau menggoyang-goyangkan kepala dan badan. Beberapa teori menjelaskan bahwa perilaku stereotip mungkin ditimbulkan akibat dari tidak adanya rangsangan sensoris, terbatasnya aktifitas dan gerak di dalam lingkungan, serta keterbatasan sosial.

Pengulangan Prilaku  (Streotypic Behaviors)
l  Salah satu hambatan  yang  dialami  oleh  sebagian  kecil   anak tunanetra  dalam  melakukan  penyesuaian  sosial  adalah   adanya prilaku stereotip",
l  Stereotip", adalah pengulangan-pengulangan gerakan seperti gerakan  menggoyang  atau menggosok-gosok mata.  Sering disebut  dengan  istilah  blindism.
l  Ada tiga teori umum tentang penyebab terjadinya prilaku stereotip:          
1.       Hilang  (berkuranya)  rangsang  penginderaan.
2.       Hilangnya  kesempatan  sosialisasi.isolasi  sosial  dapat      menyebabkan  seseorang mencoba mencari tambahan stimulus melalui  prilaku  stereotip (Warren, 1977,1981).
l  Terjebak  ke dalam pola prilaku rutin (kebiasaan). 
l  'Modifikasi tingkah laku' sering digunakan untuk  menghilangkan prilaku  menstimulasi  dirinya  sendiri pada anak yang   mangalami  gangguan  prilaku  ataupun  kepada  anak   yang terbelakang  mental  (Foxx and Azrin, 1973) 

0 comments:

Post a Comment